Asyik Seru — Kali ini cerita seram kembali lagi yang tentunya akan lebih seram lagi dari cerita sebelumnya. Ingin tahu seperti apa kisah horornya, yuk langsung saja simak yang berikut ini.
Perkenalkan Namaku Ramji ingin berbagi pengalaman menakutkan, kejadian ini 10 tahun yang lalu di desa wotan jawa tengah. Begini awal ceritanya.
Pada saat pertama kali diajak majikan berburu tikus di sawah, berbekal lampu petromax air minum dan satu pentungan, kami berangkat ke sawah jalan kaki, malam gelap tanpa sinar bulan, di sawah tampak di kejauhan beberapa titik terang bergerak, mereka para petani berburu tikus pemangsa padi menjelang panen, tikus-tikus sawah suka menyerang pada malam hari.
Saat itu kami terus melangkah menyusuri pematang menuju sawah majikan lumayan jauh ke sisi barat, ketika sampai kami menuju tempat semacam tenda darurat, atap terpal yang di beri dua tiang kiri kanan, dengan beralaskan tikar dari beberapa karung.
Namun beberapa saat kemudian majikanku mulai berburu tikus, tangan kiri menyangga lampu sementara tangan kanan pegang satu pentungan sebesar ibu jadi orang dewasa, dengan panjang kira-kira 1.5 M siap menggebuk, ia berjalan mengitari sawah dengan pandangan waspada, begitu menangkap sesosok tikus liar pastilah pentungan itu serta merta menderu, bukk! bukk!
Tapi setelah cukup lama mengitari pematang sawah nampaknya majikanku tak menemukan seekor tikus, kemudian kembali ke tenda, saat itu juga giliranku berburu, melakukan hal yang sama seperti majikan tadi, namun aku langsung mengarah ke utara, dengan mata tak berpaling sedikitpun menatap pinggiran sawah, dengan hati penuh harap menemukan tikus, namun hingga tiga kali mengitari pematang sawah tak satupun menemukan tikus dan aku pun kembali ke tenda.
Kemudian kami istirahat, sambil menunggu menjelang tengah malam, agaknya majikanku tak bisa diam, ia bangkit lagi dan memulai perburuan, entah sudah berapa lama, perasaan cukup lama, majikanku terus mengitari sawah berburu tikus, sementara aku mulai di serang hawa ngantuk, hingga beberapa lamanya aku mulai ngantuk dan setengah tertidur, anehnya tiba-tiba ada suara, Bukk! Bukk!!
Suara gebukan itu beberapa kali samar-samar terdengar, aku sontak terbangun langsung tegak melihat arah sumber suara gebukan, oh ternyata majikanku telah menemukan tikus liar dan berusaha membunuhnya, tak lama terdengar majikanku berkata puas “Mampus kau! bikin susah orang saja.”
Setelah usai berkata majikan pun kembali berburu, dan beberapa saat kembali terdengar lagi suara gebukan sama seperti yang tadi, agaknya tikus-tikus mulai berkeliaran menjelang tengah malam.
Tak lama kemudian aku pun melanjutkan tidurku hingga tak tahu sudah berapa kali majikanku mendapati tikus yang berhasil di gebuk, karena aku sudah tak ingat lagi dalam lelap tidurku, selain aku tak biasa begadang hingga larut malam juga ini pertama kalinya aku diajak berburu tikus malam hari di sawah.
Entah sudah berapa jam aku tertidur, tiba-tiba hujan turun deras, majikanku berlari menuju tenda, aku kaget dan kebangun, tapi majikanku berkata, “Jangan bergerak tidurlah.”
Apa yang dikatakan tadi agar aku tetap tenang, karena hujan turun amat lebat, tenda yang kecil tanpa dinding itu tidak begitu kokoh, takut roboh dan pasti kami basah kuyup.
Cukup lama hujan lebat itu hingga membuat kami kedinginan, pada akhirnya hujan mereda, tiba-tiba majikanku menyuruhku giliran berburu, sementara ia hendak tidur.
Tak tahu jam berapa aku agak malas bergerak karena hawa dingin begitu mencekam, namun berkat lampu petromax yang nyalanya sudah kemerah-merahan memberiku sedikit kehangatan.
Kemudian aku mulai berburu, sesaat aku edarkan pandangan keliling hamparan sawah, tinggal beberapa titik sinar menyala terang, tandanya para pemburu tikus sebagian sudah pulang.
Saat itu aku terus menyusuri pematang sawah seraya tangan kanan siaga siap menggebuk, beberapa lama aku melihat sosok samar-samar bergerak, tanpa banyak pikir ku gebuk beberapa kali gebukan terakhir mengena, tikus itu sesaat keluarkan jeritan kecil lalu diam tak bergerak, hatiku puas, ku lanjutkan melangkah maju mencari buruan lagi.
Namun, setelah beberapa lama mengitari pematang kali ini aku menangkap bayangan samar-samar berukuran jumbo, hatiku mulai deg deg gan, “Tikus ini besar amat sih” kataku dalam hati, dalam waktu amat singkat ku gebuk beberapa kali, namum tikus itu seperti tidak terjadi apa-apa, ia terus berjalan setengah berlari, bikin penasaran, kembali gebuk di genggaman melesat menderu cepat beberapa kali, Bukk! Bukk! Bukk!
Anehnya, lagi-lagi terjadi hal yang sama gebukanku seperti tak mengena, bikin aku tambah penasaran hebat, gerakan tikus begitu lamban namun susah di taklukkan.
Aku pun terus ikuti tikus itu kemana pergi, kali ini ia mengarah ke tengah sawah tetangga yang lahannya kosong semak rumput liar, beberapa kali ku gebuk dan mengena, tapi aneh tikus itu tidak mati, ia hanya merasa sakit sedikit dan terus bergerak kearah barat.
Pada saat melintasi pematang agak tinggi, di pematang itu rindang oleh tanaman buah jarak, kondisi sekitar nampak gelap gulita, kecuali di sedikit sinar lampu petromax yang anginnya sudah minta di tambah, tikus itu terus bergerak kesana kemari, aku mulai takut sendiri, jangan-jangan itu tikus jelmaan, aku mulai merinding sendiri apalagi di tempat itu banyak berjejer pohon jarak dengan daunnya yang lebar semak, tak pikir panjang aku putar badan dan kembali ke tenda, tapi tiba-tiba hatiku penuh tanda tanya, begitu aku melangkahi pematang yang rindang, bukannya aku menginjak sawah kosong penuh rumput liar akan tetapi sawah itu justru terdapat hamparan padi yang buahnya sudah menguning.
Ku edarkan pandangan ke beberapa titik hanya hamparan padi dan di ujung sana terdapat sebuah gubuk tinggi dengan beberapa tali panjang menjuntai ke beberapa arah, di setiap ujung tali terdapat orang-orangan sawah, ini biasa digunakan petani untuk menghalau serangan burung pipit.
Disini, dari kejahuan tak terlihat lagi titik lampu, agaknya malam mulai sedikit terang, aku pikir mungkin sebentar lagi pagi, hatiku jadi tenang, aku bergerak ke arah gubuk itu istirahat sejenak sambil menunggu pagi benar-benar terang, ku pompa lampu petromax agar kembali menyala terang, kemudian aku naik ke gubuk itu, ku tebarkan pandangan ke segala penjuru, agaknya petani lain tak ada lagi yang berburu, aku pun maklum karena hari sudah hampir pagi.
Sesaat, aku terbaring di lantai gubuk, saat itu terasa nyaman sekali, meski lantai kurasakan sedikit terasa dingin. lalu ku kembali duduk, dan iseng-iseng menarik salah satu tali orang-orangan, terdengar suara gemerontang di ujung sana samar-samar orang-orangan itu bergerak-gerak, lalu iseng ke tali lainnya dan pindah lagi ke tali lain lagi, semuanya mengeluarkan suara gemerontang, tentunya itu kaleng yang di isi beberapa batu kerikil.
Tak lama kemudian, aku pun berhenti menarik tali-tali itu hingga suara gerontangan kembali senyap, namun sesaat kemudian suara gerontangan sebelah kiri aku duduk terdengar lagi, aku serta merta menoleh, memperhatikan orang-orangan itu bergerak, awalnya aku berpikiran apa-apa tapi hatiku mulai curiga, tak ada angin sedikitpun namun orang-orangan itu bergerak sendiri dan mengeluarkan bunyi kaleng gerontangan, beberapa saat aku perhatikan orang-orangan itu tak lagi bergerak, sesaat kemudian aku menangkap suara seperti ada yang bergerak diantara batang-batang padi.
Disaat itu aku tebarkan pandangan ke segala penjuru, tak ada tanda-tanda mencurigakan, namun sesekali terdengar suara-suara aneh, tiba-tiba lampu petromax berkedip redup dan mengeluarkan api merah lalu pet….! mati. “Habis minyaknya” kataku dalam hati,
Satu lagi malam yang seakan hendak pagi tapi tak kunjung terang, sejak tadi tetap sama remang-remang layaknya waktu magrib, suara gemerisik semakin terdengar dan amat dekat, sekilas mataku menangkap bayangan bergerak, dan astaga…. begitu ku pandang sekeliling orang-orangan itu semuanya seperti hidup, mereka melangkah maju mengepungku, serta merta badanku merinding takut luar biasa, keringat dingin mengucur di seluruh badan, kakiku seakan terpaku tak bisa gerak, kecuali menggigil takut amat sangat.
Orang-orangan itu berhenti melangkah mereka mengepungku dengan jarak amat dekat, mereka terus bergerak di tempat, namun satu orang-orangan bercaping dengan tangan melintang datar terus bergerak mendekat tepat di depanku, jantungku berdegub seperti mau copot, rasanya ingin teriak sekuat tenaga tapi takut mereka justru akan cepat menyerang.
Orang-orangan bercaping itu kini sudah berada diatas pematang terus bergerak mendekat hingga tepat di bawah gubuk.
Tangannya beradu tiang gubuk seperti hendak memanjat, bukan main takutnya terasa hendak pingsan, tak ada yang bisa ku lakukan keculi duduk menunggu apa yang akan terjadi padaku, mungkinkah setang-setang ini hendak mencekku, dalam suasa tak berdaya satu-satunya gebuk yang ku pegang erat dalam gemetarnya tanganku, sambil membacakan ayat-ayat suci sebisaku.
Aku seperti mendapat kekuatan, kurasakan dalam hatiku menyerang balik, jika orang-orangan itu benar-benar naik entah apa jadinya akan ku gebuk, ternyata benar tampak ku lihat kepala orang-orangan tertutup caping itu telah bergerak dekat lantai, dalam kepanikanku aku ayunkan gebuk ke arah capingnya.
Brakk!
Brakk!
Orang-orangan bercaping itu tak terpengaruhi gebukanku, dia terus naik, bahkan ia hampir menjarhku, namun sebisaku daripada menyerah begitu saja kembali ku gebuk, Brakk! Brakk!
Tapi naas gebukku seakan lekat di bahunya, ku tarik-tarik sulit lepas, Tiba-tiba… Byur…!
Mukaku di disiram air dingin oleh Orang-orangan bercaping itu, aku serta merta kaget setengah mati, aku terpental kebelakang seraya lepas pegangan gebukku, saat itu aku menjerit keras, tak sanggup lagi menerima kenyataan, aku tutup wajahku dengan kedua tangan tak henti-henti aku teriak keras, lagi-lagi orang-orangan itu menyiramku Byur..! air dingin kurasakan membasahi kepalaku.
Tiba-tiba ada suara “Sadar ji…,”
Dalam jiwaku antara sadar dan tidak seperti tengah melayang-layang entah dimana ku mendengar ada suara memanggilku, tapi hanya sesaat.
Aku tak lagi ingat apa-apa namun lagi-lagi ada yang memanggilku
“Ji…..”
Suara itu seperti aku kenal, aku merasa kembali ke jasadku,
“Ramji… ini aku majikanmu…”
Mataku langsung terbelalak namun nafasku tersengal-sengal,
“Ayo kita pulang” ajak majikanku
Aku masih terdiam, dalam hatiku berucap syukur, kini aku selamat, tapi bagaimana mungkin majikanku bisa berada disini tepat waktu.
Pelan-pelan aku bangun, majikanku sejak tadi terus menungguiku dengan sabar.
“Ayo turun ji kita pulang” ajak majikanku
Aku perlahan gerakkan tubuhku turun dari gubuk itu, majikanku sudah berdiri siap mengiringku sambil pegang lampu petromax yang tertanyata masih menyala terang.
Begitu aku turun ku pandang sekeliling, oh…. tertanyata malam ini gelap, perasaan tadi remang-remang seperti hendak siang, aku lihat orang-orangan masih tetap di dempatnya tak bergerak sama sekali, kemudian aku melangkah hendak pulang tapi tiba-tiba majikanku berseru
“Mau keman kau ji?” tanya majikanku
“Pulang..” jawabku nyaris tak terdengar
“Ke sini jalannya..” majikanku menunjuk jalan ke arah barat,
Tapi aku ragu melangkah, dalam hatiku kembali bimbang, ini majikanku atau jelmaan setan aku fikir dalam hati, namun ada satu keyakinan dalam hatiku, aku nurut saja, dan melangkah ke arah barat dengan hati harap-harap cemas.
Setelah melewati beberapa petak sawah mulai kentara dalam hatiku kalau aku sebenarnya berjalan ke arah timur dan kembali ke tenda.
Setelah aku duduk dalam tenda aku masih termenung lama, majikanku sedikit menggerutu tak jelas, karena hatiku masih rada linglung, lalu aku bertanya tanya.
“Jam berapa sekarang..?”
“Jam 2 lewat 17″ jawab majikanku.
Hatiku sedikit berdebar kembali teringat peristiwa barusan yang ku alami.
“Kamu tidur saja jangan kemana-mana” kata majikanku seraya bangkit pergi kembali berburu tikus.
Begitu malam kurasakan gelap karena lampu di bawa majikan hatiku kembali di cekam ketakutan hebat, takut kalau orang-orangan tadi kembali memburuku, dalam tenda aku gelisah memandangi ke segala arah dalam suasana gelap, saking takutnya aku berlari menyusul majikanku ikut di belakangnya hingga sampai hari benar-benar pagi, tepat jam 5.30 kami berangkat pulang, menyusuri pematang sawah beberapa ratus meter sampai ke jalan utama, lalu majikanku pesan,
“Kau pulang sendiri ini lampunya bawa. aku masih mau ke sawah”
Aku tak menjawab, tapi mengikuti perintahnya, walau dalam hati masih was-was namun tak lama hilang begitu dari kejauhan aku melihat banyak orang bermunculan dari desa menuju sawah. Sepanjang perjalanan pulang, hatiku terus diselimuti peristiwa mengerikan barusan ku alami.
Sebenarnya aku sendiri sudah tahu, arah barat dari sawah majikanku itu wilayah yang angker, jangankan malam hari, siang hari bolong di tempat itu jika sedang sendirian akan terdengar suara orang seperti nembang, terutama pada hari jumat, di bawah pohon besar nan rindang, yang di sisi baratnya lagi terdapat balog. Balong merupakan sawah yang sama sekali tak bisa ditanami apapun, karena di genangi air dan semak oleh rumput tinggi, di tempat persawahan itu amat sepi, meski beberapa sawah di dekat situ tampak ada pengolahan dan tanaman jarak.
No comments:
Post a Comment