Terlihat degan jelas reruntuhan istana Surosowan, di sebelah selatan Masjid Agung Banten. Dahulu, Sultan Aliuddin II & Patih Mangkubumi memilih berperang hingga titik darah penghabisan ketimbang menyerahkan 1000 orang rakyatnya untuk bekerja rodi / paksa untuk kolonial Belanda (membangun jalur Anyer – Panarukan) masa Daendels. Pemimpin nusantara yang patut ditiru.
Pada saat itu para wanita cantik itu keluar dari kaputren, lemah gemulai menuruni anak tangga, menuju pemandian Rara Denok. Mereka kemudian asyik berendam di kolam. Airnya bening. Tawa renyah keluar dari mulut mereka, ditingkahi gemericik air yang mengalir dari pancuran. Putri keraton betah berlama-lama saat membersihkan diri di pagi dan sore hari. Mereka dari Kesultanan Banten, masa lalu. Pemandian tersebut berada di kompleks Keraton Surosowan yang kini berada di kawasan Banten Lama, Desa Banten, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang, sekitar 10 kilometer di sebelah utara Kota Serang.
Di lokasi keraton tepatnya di sebelah selatan Masjid Agung Banten. Kolam Rara Denok berbentuk persegi panjang. 30 x 14 meter dengan kedalaman mencapai 4,5 meter. Di tengahnya, terdapat pula kolam yang lebih kecil, tempat istirahat bernama bale kambang. Terlindungi benteng tinggi nan kokoh, para wanita merasa aman dan nyaman. Namun, kini keindahan pemandian kelas VIP hanya menyisakan air hijau yang kotor. Sungguh menyedihkan, bagian luar tembok kolam hanya tersisa setengah meter, meskipun tampak kuat dan bagus. Kolam yang menyimpan banyak cerita kecantikan putri keraton, kata pengunjung asal Tasikmalaya.
"Rara Denok, Tasik Ardi, Pangindelan Abang, Putih, Mas. Canggih .." katanya.Saat ini di kolam pemandian tempat putri keraton mandi, ditengahnya terdapat Bale Kambang, tempat beristirahat. Keindahan pemandian kelas VIP ini kini hanya menyisakan air hijau yang kotor. Sungguh sayang.
Rara Denok menunjukkan teknologi pengairan yang sangat maju pada zamannya. Air dari danau Tasik Ardi seluas 6,5 hektar dibuat masa Sultan Maulana Yusuf (1570 – 1580 M), sekitar 2,5 kilometer di selatan keraton, dialirkan melalui pipa tanah liat setelah melewati 3 tahap penyaringan dalam bangunan menyerupai gerbong kereta api.
Pertama, Pangindelan Abang, yang kedua, Pangindelan Putih, sedangkan yang ketiga, Pangindelan Mas. Saluran itu dibuat masa Sultan Ageng Tirtayasa (1651 – 1683 M) dengan arsitek Hendrick Lucasz Cardeel (Belanda). Bangunan2 tsb kini masih berdiri kokoh, meski tak berfungsi. Bagian dalam mengeluarkan bau tak sedap karena dipakai sarang oleh kelelawar.
Keraton Surosowan tentunya tak seperti Keraton Cirebon atau Yogyakarta yang masih utuh, karena di dalam benteng seluas 4 hektar ini yang tinggal hanyalah puing-puing yang hampir rata dengan tanah. Istana Surosowan dibangun masa Panembahan Hasanuddin, sultan pertama Banten (1526-1570 M). Nama istana ini kemudian menjadi nama wilayah kekuasaan, selanjutnya nama resmi kerajaan Islam di Banten. Negeri Surosowan.
Awal mulanya kompleks keraton ini tidak semegah seperti terlihat pada reruntuhannya. Pada masa Sultan Abdulfatah (Sultan Ageng Tirtayasa) terjalin persahabatan internasional, teknisi-teknisi Eropa diundang dan dilibatkan dalam pembuatan kapal2 niaga dan perbaikan kompleks Keraton Surosowan. Istana menjadi lebih megah dan lebih tahan dari serangan. Dibangun pancuran dan kolam pemandian di dalamnya. Di sekelilingnya dibangun tembok bata merah yang tebal. Di sudut-sudut benteng dibangun menara penjaga (bastion). Sedangkan jalan masuk ke istana berbentuk busur, diberi dinding bata pada kedua pinggirnya untuk menghindari pengintai luar.
Sultan Aliuddin II & Patih Mangkubumi melawan Daendels : merdeka atau mati !
Selamat datang di Benteng Surosowan. Ingat warga Banten gigih melawan Belanda. Ingat pula, jangan membuang sampah sembarangan. Jaga cagar budaya demi mengenang perjuangan leluhur kita.
Menurut sejarah, Keraton Surosowan telah dihancurkan beberapa kali ; oleh perang Sultan Ageng Tirtayasa dengan anaknya, Sultan Haji dukungan penjajah Belanda. Perang Sultan Aliuddin II (1803 – 1808 M) dengan Herman Willem Daendels, karena Aliuddin menolak mengirim 1000 pekerja rodi untuk membangun jalur Anyer – Panarukan, juga menolak menyerahkan Patih Mangkubumi Wargadiraja karena tak setuju ibukota kesultanan dipindahkan ke Anyer, serta menolak benteng Belanda dibangun sekitar Surosowan. Aliuddin lalu dibuang ke Ambon, Patih Mangkubumi dipancung. Rakyat Banten terus melawan. Daendels lalu membakar Surosowan pada tahun 1813.
Namun sangat disayangkan perjuangan rakyat Banten saat itu tak diabadikan dengan baik. Benteng Surosowan terlihat tak terurus, kesepian. Sampah bertebaran dimana-mana. Tembok benteng, satu-satunya yang relatif utuh, rusak di sana sini. Dalam ruang-ruang penjagaan yang pengap dan becek, beberapa pengunjung bersemedi. Bekas alas tidur dan sisa situs menjadi saksi bisu penelantaran itu. Memang sulit dan mahal untuk merekonstruksi keraton. Akan tetapi memelihara dan mempertahankan yang masih tersisa, rasanya tidak akan rugi jika hilang sama sekali.
Demikian artikel tentang Inilah "Benteng Surosowan" Bukti Sejarah Warga Banten yang Begitu Heroik di Jaman Kolonial BelandaRating:5Reviewer:Cantik Ayu!- ItemReviewed:Inilah "Benteng Surosowan" Bukti Sejarah Warga Banten yang Begitu Heroik di Jaman Kolonial Belanda. Jangan lupa untuk berkunjung kembali.Hello My name is Agus Wandi,but people call me Wandi. Here is my homepage:paling--seru.blogspot.com. I live in Indonesian,NM and work as an CEOat Asyik Seru. Agus Wandi—Artikel Review Rating:5out of 5based on 7799999reviews.